Tuesday, March 30, 2021

Jati-jati Raksasa di Cagar Alam Donoloyo Wonogiri

Pohon Jati di Cagar Alam Donoloyo Wonogiri

Pohon Jati Berlubang di Cagar Alam Donoloyo Wonogiri


Cagar Alam Donoloyo di Desa Watusomo, Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri meny8impan ratusan pohon jati berukuran raksasa. Sebagian besar di antaranya diperkirakan telah berumur 500 tahun. 

Cagar Alam yang dikelola oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Jawa Tengah Seksi Konservasi Wilayah I itu menempati area seluas 9,2 hektare. Jumlah pohon jati yang dirawat mencapai lebih dari 400 batang. 

Diameter pangkal batang pohon-pohon jati rata-rata mencapai 1-2 meter. Adapun tingginya menjulang hingga puluhan meter. 

Pohon jati yang terbesar dinamai Jati Petruk dan Jagal Abilawa. Rentangan tangan tiga orang dewasa tidak cukup untuk mengelilingi batang pohonnya. Ada juga yang dinamai Jati Semar, Jati Wedok, Jati Cempurung, dan sebagainya.

Namun, beberapa jati berukuran raksasa pernah ada yang tumbang. Pohon tumbang biasanya bukan karena angin, tetapi karena akar tuanya sudah mulai habis membusuk, sedangkan akar mudanya masih pendek sehingga lama-lama miring dan ambruk.

Meskipun tumbang, bangkai batang pohon jati tidak boleh diambil apalagi dijual. Melainkan harus dibiarkan membusuk di tempat karena hutan jati Donoloyo merupakan Cagar Alam.


Selain merawat ratusan pohon jati yang telah uzur, hutan jati Donoloyo juga menyimpan beberapa mitos yang diyakini masyarakat secara turun-temurun. Di tempat tersebut terdapat petilasan yang dipercaya sebagai lokasi tunggak (akar dan pangkal pohon) jati yang dipakai untuk membuat saka (tiang) Masjid Agung Demak. 

Petilasan tersebut dinamai Rumah Punden Ki Ageng Donoloyo, yakni tokoh legendaris yang membangun hutan jati Donoloyo. Selain digunakan untuk membangun Masjid Agung Demak, kayu-kayu jati Donoloyo konon juga pernah digunakan untuk membangun Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Oleh karena itu, banyak pengunjung dari berbagai daerah di Indonesia yang datang ke hutan jati Donoloyo untuk melakukan wisata religi. Mereka datang ke petilasan menjalani ritual atau tirakat.  Ada yang datang dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, bahkan dari Papua. 

Petilasan itu dipercaya sebagai bekas pohon induk atau pohon jati pertama di Donoloyo yang kemudian berkembang biak dan menyebar ke mana-mana. 

Petilasan Rumah Punden Ki Ageng Donoloyo di Cagar Alam Donoloyo Wonogiri

Rute menuju Cagar Alam Donoloyo

Kita bisa memulai rute dari Wonogiri Kota ke arah timur sekitar 30 kilometer sampai Kecamatan Slogohimo. Dari Kecamatan Slogohimo ke timur lagi sekitar 2-3 kilometer, lalu belok kanan (ke selatan) sekitar 2 kilometer sampai di Cagar Alam Donoloyo.

Sunday, March 28, 2021

Jati Denok Slogohimo, Legenda Pohon Jati Hidup di Dalam Beringin

 

Jati Denok Slogohimo

Jati Denok di Desa Made, Slogohimo

Sebuah fenomena langka dijumpai di Desa Made, Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri. Di desa itu terdapat pohon jati berukuran besar yang hidup di dalam pohon beringin atau sejenis pohon bulu. 

Pangkal batang pohon beringin berukuran besar itu berdiameter sekitar dua meter. Tingginya menjulang hingga puluhan meter.

Di sebelah pohon beringin terdapat sebatang pohon jati yang diameter pangkal batangnya lebih dari setengah meter. Namun, ternyata masih ada satu batang pohon jati lagi yang letaknya di dalam beringin.

Tidak diketahui berapa diameter pohon jati yang ada di dalam beringin. Tetapi, tinggi jatinya hampir sama dengan beringin. Umurnya diperkirakan sudah mencapai ratusan tahun.

Baca juga : Sejarah Candi Mas Pasiraman, Candi Pesing Jatisrono

Pohon jati di dalam beringin itu ternyata menyimpan legenda yang dipercaya sebagian masyarakat setempat. Legendanya masih berhubungan dengan terbentuknya hutan jati Donoloyo.

Kisahnya berawal dari keinginan Ki Ageng Donoloyo untuk mempunyai hutan jati seperti yang dimiliki Ki Ageng Sokoboyo. Namun, permintaan Ki Ageng Donoloyo untuk memiliki beberapa biji jati ditolak. Tanpa sepengetahuan mereka, isteri Ki Ageng Sokoboyo memasukkan beberapa biji jati ke dalam tongkat bambu milik Ki Ageng Donoloyo.

Dalam perjalanan pulang, Ki Ageng Donoloyo beristirahat kemudian menancapkan tongkatnya ke tanah. Akibatnya, salah satu biji jati di dalam tongkat itu jatuh tertinggal dan selanjutnya tumbuh menjadi besar. Uniknya, pohon jati itu kemudian tertutup oleh batang pohon beringin. Hingga kini, pohon jati dan beringin itu tumbuh besar. Masyarakat kemudian menyebutnya Jati Denok.

Rute menuju Jati Denok

Kita bisa mengawali rute dari Wonogiri kota ke arah timur sekitar 30 kilometer sampai Kecamatan Slogohimo. Dari Kecamatan Slogohimo ke timur lagi sekitar 2-3 kilometer, lalu belok kanan ke arah selatan sekitar 2 kilometer. Nanti ada sebuah pertigaan ada sebuah pohon beringin besar terletak di sebelah kiri atau timur jalan. Itulah Jati Denok. 

Thursday, March 25, 2021

Gua Sodong Pracimantoro, Luweng Museum Karst yang Menyimpan Misteri

 

Gua Sodong di Kompleks Museum Karst Indonesia, Pracimantoro, Wonogiri

Gua Sodong Pracimantoro, Wonogiri

Gua Sodong berada di kompleks Museum Karst Indonesia di Desa Gebangharjo, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Gua itu mempunyai lorong yang panjang dan terdapat luweng (saluran bawah tanah) di dalamnya.

Gua Sodong terletak sekitar seratus meter di sebelah selatan Museum Karst. Sebuah sungai kecil mengalir masuk ke dalam gua tersebut. Di saat kemarau, airnya tidak seberapa. Namun ketika musim hujan, air yang masuk menuju mulut gua tersebut bisa meluber hingga pelataran parkir di atasnya. 

Bahkan, banjir parah pernah terjadi 20 November 2017 silam. Saat itu hujan dengan intensitas sangat lebat turun, sementara luweng di dalam Gua Sodong tersumbat. Akibatnya banjir besar terjadi hingga menggenangi Museum Karst sedalam lebih dari dua meter.

Baca juga : Bengawan Solo Purba, Menyimpan Jejak 4 Juta Tahun

Saat musim kemarau, orang bisa memasuki gua tersebut. Kedalaman Gua Sodong masih menjadi misteri, kedalaman sebenarnya gua tersebut belum bisa dipastikan. Gua Sodong bisa ditelusuri secara horizontal sejauh sekitar 200 meter. Namun, di dalamnya terdapat luweng yang alirannya menuju entah ke mana. Beberapa orang konon sempat menjelajahi Gua Sodong, tapi belum ada yang menemukan ujungnya. 

Wednesday, March 24, 2021

Sejarah Candi Mas Pasiraman, Candi Pesing Jatisrono

Candi Mas Pasiraman, Candi Pesing Jatisrono


Candi Jatisrono berada tidak jauh dari kantor Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Candi ini diyakini sebagai cikal bakal terbentuknya Kecamatan Jatisrono di Kabupaten Wonogiri. Candi ini juga disebut dengan nama Candi Mas Pasiraman. Ada pula yang menyebutnya Candi Pesing karena dahulu sering digunakan orang yang tidak bertanggung jawab untuk membuang hajat.

Konon, bangunan ini didirikan setelah era Raden Mas Said atau Mangkunegara I yang dijuluki Pengeran Sambernyawa, sekitar tahun 1828 silam. Hal itu diketahui dari tulisan tahun yang terukir di puncak bangunan yang menghadap ke atas.  

Menurut cerita masyarakat setempat, raja Mangkunegaran kala itu berkunjung ke daerah tersebut. Selama perjalanan, dia membangun beberapa tempat persinggahan, termasuk yang ada di Jatisrono. Tinggi bangunan sekitar tujuh meter, sedangkan lebarnya sekitar 6 x 9 meter. Perekat antarbatunya terbuat dari putih telur dicampur madu. Di dalamnya terdapat ukiran batu yang mengandung makna sifat ksatria dan sifat buto (raksasa). 

Sementara itu, persinggahan yang dibangun di Jatisrono dilengkapi dengan tempat pemandian berisi dua kamar mandi serta beberapa saluran yang mengucurkan air bersih.

Bangunan tersebut dahulu digunakan sebagai tempat persinggahan para raja Mangkunegara ketika mereka berkunjung ke daerah (Kademangan).  Dahulu, raja sering pergi ke Kademangan sambil mengusir pemberontakan Belanda karena waktu itu Belanda dianggap sebagai pemberontak oleh raja. 

Baca juga : Air Terjun Watu Jadah Jatipurno Wonogiri

Rute menuju Candi Jatisrono

Kita bisa mengawali rute dari Wonogiri kota ke arah timur sekitar 22 kilometer. Sebelum sampai di kantor Kecamatan Jatisrono, di sebelah kiri jalan raya ada sebuah bangunan candi yang agak masuk ke dalam.  Itulah Candi Mas Pasiraman Jatisrono.

Saturday, March 20, 2021

Air Terjun Watu Jadah Jatipurno, Wonogiri

Air terjun Watu Jadah Girimulyo Jatipurno Wonogiri

Air terjun Watu Jadah Jatipurno Wonogiri

Air terjun Watu Jadah merupakan salah satu air terjun yang unik. Tingginya sekitar 30 meter dan dikelilingi hutan yang masih asri. 

Yang membuat unik adalah bebatuan di sekitar air terjun berbentuk balok-balok persegi yang tersusun rapi, sehingga mirip jadah (makanan tradisional dari ketan). Karena itulah dinamakan air tejun Watu Jadah.

Air terjun Watu Jadah baru diketahui publik secara luas sekitar tahun 2012 lalu. Lokasinya berada pada tanah milik Perhutani di wilayah Resor Pemangkuan Hutan (RPH) Plarar, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Lawu Selatan.

Sekitar tahun 2012-2013, warga setempat bekerja bakti membuka jalan menuju air terjun. Jalan beton saat itu dibangun sepanjang 600 meter, sedangkan jalan makadam dibuat sekitar 800 meter. Meski demikian, pengunjung tetap harus berjalan kaki sekitar 200 meter hingga sampai ke kaki air terjun.

Baca juga : Air Terjun Jurug Kemukus Bertingkat Tiga

Rute menuju air terjun Watu Jadah.

Kita bisa memulai rutenya dari Wonogiri kota ke arah timur sekitar 24 kilometer sampai ke Kecamatan Jatipurno. Dari Kecamatan Jatipurno ke arah utara sekitar 4 kilometer sampai Desa Girimulyo. Dari Desa Girimulyo ke arah utara lagi sekitar 3 kilometer sampai di jalan masuk menuju air terjun.

Sepeda motor hanya bisa sampai di ujung jalan makadam. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri sungai sekitar 200 meter. Sampai di kaki air terjun Watu Jadah.

Tuesday, March 16, 2021

Sungai Bengawan Solo Purba, Menyimpan Jejak 4 Juta Tahun

 

Sungai Bengawan Solo Purba, Wonogiri-Gunung Kidul

Sungai Bengawan Solo Purba

Bengawan Solo dikenal sebagai sungai terpanjang di Pulau Jawa Berhulu di Pegunungan Seribu (Gunung Sewu) Kabupaten Wonogiri dan bermuara di Laut Jawa atau tepatnya di Kabupaten Gresik, Jatim.

Tahukah anda, Sungai Bengawan Solo awalnya ternyata tidak mengalir ke utara seperti sekarang. Tapi mengalir ke selatan dan bermuara di Samudera Hindia. Hal itu terjadi pada zaman pleistosen atau lebih dari 4 juta tahun silam.

Setelah zaman pleistosen berlalu, terjadi pengangkatan lempeng benua yang mengakibatkan naiknya daratan di Pulau Jawa bagian selatan. Akibatnya, Sungai Bengawan Solo yang semula mengalir ke selatan, berbalik arah menjadi mengalir ke utara seperti sekarang ini.

Bekas sungai Bengawan Solo kini mengering, namun masih meninggalkan lekuk-lekuk sungai yang terlihat jelas sampai sekarang. Bekas Bengawan Solo yang sudah mengering itu kini disebut Sungai Bengawan Solo Purba.

Baca juga : Banyutowo Paranggupito, Wonogiri

Beberapa tebing Sungai Bengawan Solo Purba mempunyai pola undak-undakan yang menandakan, bahwa dahulu pernah terdapat aliran sungai, sekitar zaman kuarter atau pleistosen.

Sekeliling Sungai Bengawan Solo banyak ditemukan artefak, fosil hewan dan kerang-kerangan. Fosil hewan dan kerang-kerangan diduga merupakan sisa makanan manusia prasejarah. Hal itu menjadi bukti adanya perairan dan peradaban purba. 

Sungai Bengawan Solo Purba Jadi Perkampungan

Panjang Sungai Bengawan Solo Purba berkisar 20,5 kilometer. Hulunya di wilayah Kecamatan Giritontro (Kabupaten Wonogiri) dan muaranya di Pantai Sadeng, Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunung Kidul (Yogyakarta). Sungai Bengawan Solo Purba sekarang dimasukkan sebagai salah satu geosite Geopark Gunung Sewu.

Sungai Bengawan Solo Purba yang telah mengering kini menjadi perkampungan, tegalan dan persawahan. Beberapa dusun yang berada di sekitar Sungai Bengawan Solo Purba, antara lain Dusun Tileng, Bakagung, Mendak, dan Bakalan di Desa Gambirmanis, serta Dusun Ngaluran di Desa Sumberagung, Kecamatan Pracimantoro.

Monday, March 15, 2021

Pantai Waru Paranggupito Wonogiri, Menyimpan Sumber Air Bersih

Pantai Waru Paranggupito

 

Pantai Waru Paranggupito Wonogiri

Pantai Waru menjadi salah satu pantai yang unik. Pantai yang terletak di Dusun Dringo, Desa Gunturharjo, Kecamatan Paranggupito, Kabupaten Wonogiri itu mempunyai sumber air bersih yang muncul dari dalam tanah. Sumber air itu menjadi andalan masyarakat sekitar untuk memenuh kebutuhan sehari-hari ketika kekeringan selama musim kemarau. 

Sumber air Waru berada sekitar 300 meter dari bibir Pantai Waru. Airnya muncul dari sebuah rongga atau gua di sisi bukit. Dari mulut gua itu, airnya mengalir kemudian bermuara di Pantai Waru. 

Masyarakat setempat dan PDAM Kabupaten Wonogiri memanfaatkan sumber air Waru untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebuah bak penampungan air telah dibangun beberapa meter dari sumber air. Dari bak penampungan itu, airnya dialirkan ke permukiman penduduk. Ada pula truk-truk tangki milik swasta yang menyedot sumber air Waru untuk kemudian dijual ke masyarakat. 

 


Jalan menuju Pantai Waru sudah berupa jalan cor. Sepertinya, pantai tersebut pernah diproyeksikan menjadi pelabuhan. Namun, kondisi pantai yang dipenuhi batu karang dan tebing yang terjal kurang cocok untuk dijadikan pelabuhan. 

Pemandangan pantainya cukup menarik dihiasi tebing-tebing karang terjal. Sebelah timur Pantai Waru adalah Pantai Nampu yang telah populer. Sedangkan sebelah barat Pantai Waru adalah Pantai Karangpayung yang masih sepi, tapi sangat indah dan eksotis. 

Baca juga : Pantai Nampu Paranggupito, Wonogiri

Rute menuju Pantai 

Waru Kita dapat memulai rute dari Wonogiri kota ke arah selatan sekitar 60-70 kilometer sampai perempatan Kecamatan Paranggupito. Dari perempatan Kecamatan Paranggupito, ambil jalan ke arah timur sekitar 10 kilometer sampai di Dusun Dringo, Desa Gunturharjo. 

Ketika melewati pos penjagaan Dusun Dringo atau sebelum memasuki Pantai Nampu, ada jalan cor ke kanan. Kita ambil jalan cor itu ke arah barat sekitar 300 meter melewati Sumber Air Waru. Kemudian lanjut lagi sekitar 300 meter sampai di tepi Pantai Waru. Jangan sungkan bertanya pada penduduk biar tidak kesasar ya....

Jati-jati Raksasa di Cagar Alam Donoloyo Wonogiri

Pohon Jati di Cagar Alam Donoloyo Wonogiri Pohon Jati Berlubang di Cagar Alam Donoloyo Wonogiri Cagar Alam Donoloyo di Desa Watusomo, Keca...

BERITA TERPOPULER